MELAWAN HEGEMONI PERS DAN LSM “BODREX”



Di Indonesia pernah mendengar dengan istilah Pers dan LSM. Dimana pada tahun 1996 sampai dengan 1998 menjadi lembaga yang mendorong transisi demokrasi
menuju era yang lebih baik, kini mereka berubah akibat oknum lembaga pers dan LSM yang menyalahi dan melakukan praktik penipuan. Dengan berkedok LSM dan Pers mereka dengan gagah berani mendatangi satu persatu instansi dan melakukan intimidasi terhadap hal atau perbuatan yang mungkin saja dilakukan atau tidak dilakukan oleh instansi. Kini tidak sedikit para birokrasi bertekuk lutut dihadapan LSM dan pers pemeras yang kini lebih dikenal dengan istilah “LSM/Pers Bodrex”
Apa itu LSM
Menurut wikipedia Lembaga swadaya masyarakat (disingkat LSM) adalah sebuah organisasi yang didirikan oleh perorangan ataupun sekelompok orang yang secara sukarela yang memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatannya. Organisasi ini dalam terjemahan harfiahnya dari Bahasa Inggris dikenal juga sebagai Organisasi non pemerintah (disingkat ornop atau ONP (Bahasa Inggris: non-governmental organization; NGO). Organisasi tersebut bukan menjadi bagian dari pemerintah, birokrasi ataupun negara. Maka secara garis besar organisasi non pemerintah dapat di lihat dengan ciri sbb :
Organisasi ini bukan bagian dari pemerintah, birokrasi ataupun negara
Dalam melakukan kegiatan tidak bertujuan untuk memperoleh keuntungan (nirlaba)
Kegiatan dilakukan untuk kepentingan masyarakat umum, tidak hanya untuk kepentingan para anggota seperti yang di lakukan koperasi ataupun organisasi profesi
Untuk dianggap legal atau resmi maka LSM harus mendaftar ke instansi pemerintah

Seperti Kita Ketahui Lembaga Swadaya Masyarakat Secara Hukum Dapat Didirikan Dalam Dua Bentuk :

  1. Organisasi Massa, yakni berdasarkan Pasal 1663-1664 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), serta UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan (“UU Ormas”).
  2. Badan Hukum, yakni berdasarkan Staatsblad 1870 No. 64, serta UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 28 Tahun 2004 (“UU Yayasan”).

Tidak ada asap jika tidak ada api, saya mengamati akibat kebobrokan manajemen keuangan dan adminsitrasi di dunia pendidikan serta tidak profesionalnya manajerial di internal sekolah menjadi sebuah celah “positif” bagi para Pers dan LSM ini. Memang diakui rendahnya kualtas individu pendidikan di para pengajar dan petinggi pengelola pendidikan ini cukup mengkhawatirkan, titel S1 dan titel S2 yang didapat para pegiat pendidikan tersebut ternyata tidak berbanding lurus dengan kwalitas manajerial. Berbeda dengan personil dibidang kebanyakan seperti dunia teknologi, industri dan kedokteran dimana para lulusan fakultasnya dapat menelurkan kwalitas dan kemapanan manajerial disetiap lini. Sedangkan di dunia pendidikan saya anggap belum, saya juga terenyuh banyak pengiat pendidikan hanya PD kuliah di “kampus Ruko” . Pengalaman di dunia aktivis mahasiswa pun sangat minim maka tak heran mereka layu sebelum berkembang.
Krisis individu ini sangat dipahami LSM dan Pers bodrex, cukup gertakan dan kartu anggota palsu saja dapat menggetarkan nyali para pegiat pendidikan. Kemampuan dialektika dan riset data kepada LSM atau Pers sangat lemah. Ditambah dosa hasil korupsi yang terlalu banyak membuat “syahwat makin melemah”. Seandainya saja terjadi kejujuran dalam pengelola pendidikan atau tidak terjadinya korupsi dan “kebijakan dibawah meja” semua ini tidak akan terjadi.

BERANI KATAKAN TIDAK

Saya selalu mengatakan kepada rekan-rekan untuk tidak tunduk dan berani mengatakan “tidak” kepada LSM dan Pers yang ujung-ujung duit. Saya beberapa kali mampu mematahkan argumen mereka walaupun kadang-kadang dengan ancaman akan mempublish foto dan wawancara saya. Selama kita yakin bahwa kita benar lalu kenapa harus takut ? Kalaupun sekolah kita telah melakukan kesalahan maka kita juga bersalah jika jita menyuap mereka dengan uang. Karena masalah suap ini tidak dibenarkan dalam kasus hukum dan agama. Kita tidak boleh takut kepada mereka, coba kita lihat ketentuan pidana mengenai pengancaman diatur dalam Bab XXIII tentang Pemerasan dan Pengancaman Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”). Mengenai ancaman kekerasan diatur dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP :

Pasal 368 ayat (1) KUHP
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

Menurut R. Soesilo seorang pakah hukum pidana menjelaskan pasal tersebut dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal dan menamakan perbuatan dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP sebagai pemerasan dengan kekerasan yang mana pemerasnya :
Memaksa orang lain;
Untuk memberikan barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang itu sendiri atau kepunyaan orang lain, atau membuat utang atau menghapuskan piutang;
Dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak;
Memaksanya dengan memakai kekerasan atau ancaman kekerasan.
Dengan memberikan mereka uang atas kelemahan manajerial keuangan dan permasalahan internal disekolah kita maka itu sama saja membiarkan sekolah kita menjadi “ATM” yang kapan saja siap “palak” uangnya. Sayangnya kini kita terlalu takut untuk berani berbicara kepada mereka jangan berbicara menegakan muka saja mereka takut, kita kini ibarat tikus yang bersembunyi dilubang kecil demi menghindari ular pemangsa. Mereka menjadi lemah atas dosa yang mungkin tidak mereka lakukan atau demi menutupi kebohongan atasan yang lebih besar.
Kita harusnya menjadi pintu terdepan penuntasan masalah korupsi di tempat kita masing-masing. LSM dan pers yang baik memang harusnya bahu membahu melindungi objek terkecil. Tetapi memang inilah fakta hidup yang harus dijalankan.

Website Resmi Journal Police