Jim Yong Kim MD, PhD, juga dikenal dengan nama
Kim Yong, adalah dokter dan antropolog Korea-Amerika yang diangkat menjadi
Presiden Bank Dunia ke-12 pada Juli 2012.
Selaku Presiden Bank Dunia beberapa waktu lalu dalam kunjungannya ke Indonesia
sempat melontarkan beberapa kalimat yang sangat strategis dan menggelitik untuk
dicermati lebih lanjut, bagi kebanyakan orang, sepintas pernyataan tersebut
biasa saja, akan tetapi bagi kami pernyataan tersebut sungguh menarik untuk
dicermati.
1.
“Indonesia
sebagai salah satu pemegang saham paling penting bagi lembaganya” (Bank Dunia).
2.
“Kantor
kami di Jakarta yang dibuka pada tahun 1968, adalah kantor (baca Bank Dunia)
pertama di luar Washington DC.”
3.
Dalam
kunjungannya kali ini selain bertemu dengan Presiden Joko Widodo juga menemui
secara khusus Sri Sultan Hamengkubuwono X.
Apa
artinya pernyataan Presiden Bank Dunia tersebut ? Menyikapi pernyataan tersebut mengindikasikan
adanya pengakuan tersembunyi dari Bank Dunia bahwa Indonesia sebenarnya
merupakan pemegang saham mayoritas dari Bank Dunia. Dan sebagai pemegang saham
mayoritas, sudah sewajarnya bahwa kantor pertama perwakilan Bank Dunia di luar
Washington DC adalah di Jakarta.
Sejarah
ini berawal dari jaman penjajahan oleh Belanda selama 350 tahun lamanya
menguasai pulau Jawa dan sebagian besar wilayah Indonesia. Ketika itu Raja-Raja
dan kalangan bangsawan, khususnya yang pro kepada Belanda lebih suka menyimpan harta
kekayaannya dalam bentuk Emas murni batangan maupun Berlian di Bank Sentral
milik kerajaan Belanda di Hindia Belanda, The
Javache Bank (cikal bakal dari Bank Indonesia).
Secara
diam-diam atas instruksi pemerintahnya, para bankir The Javasche Bank memboyong seluruh emas murni batangan
maupun berlian milik para nasabahnya (Raja-Raja dan bangsawan Nusantara) ke
Netherlands dengan alasan keamanannya kalau disimpan di pusat kerajaan Belanda.
(saat para nasabah mempertanyakan hal itu setelah belakangan hari ketahuan).
Lalu
meletuslah Perang Dunia II di front
Eropa, wilayah kerajaan Belanda dikuasai pasukan Nazi Jerman, militer
Hitler dan pasukan SS Nazinya memboyong seluruh harta kekayaan Belanda ke
Jerman. Sialnya, semua harta simpanan para raja di Nusantara yang tersimpan di
Bank Sentral Belanda ikut dibawa ke Jerman.
Perang
Dunia II front Eropa berakhir dengan
kekalahan Jerman di tangan pasukan Sekutu yang dipimpin Amerika Serikat. Oleh
pasukan Amerika Serikat seluruh harta jarahan SS Nazi diangkut semua ke negara
Amerika Serikat, tanpa terkecuali harta milik Raja-Raja dan bangsawan di
Nusantara yang sebelumnya disimpan pada Bank Sentral Belanda. Maka dengan modal
harta tersebut, Amerika kembali membangun The
Federal Reserve Bank (FED) yang hampir bangkrut karena dampak Perang Dunia
II, oleh pemerintahnya The FED ditargetkan menjadi ujung tombak sistem
kapitalisme Amerika Serikat dalam menguasai ekonomi dunia.
Belakangan
kabar penjarahan emas murni batangan oleh pasukan Amerika Serikat untuk modal
membangun kembali ekonomi Amerika Serikat yang sempat terpuruk pada Perang
Dunia II itu didengar pula oleh Presiden Republik Indonesia (RI) I yaitu Ir
Soekarno dan langsung merespon lewat jalur diplomatik rahasia untuk memperoleh
kembali harta karun itu dengan mengutus Dr Subandrio, Chaerul Saleh dan Yusuf
Muda Dalam walaupun peluang mendapatkan kembali hak sebagai pemilik harta
tersebut sangat kecil. Pihak Amerika Serikat dan beberapa negara Sekutu saat
itu selalu berdalih kalau Perang Dunia masuk dalam kategori Force Majeure yang artinya tidak ada
kewajiban pengembalian harta tersebut oleh pihak pemenang perang.
Namun
dengan kekuatan diplomasi Presiden RI IR. Soekarno akhirnya berhasil meyakinkan
para petinggi Amerika Serikat dan Eropa kalau aset harta kekayaan yang
diakuisisi Sekutu berasal dari Indonesia dan milik Rakyat Indonesia. Bung Karno
menyodorkan fakta-fakta yang memastikan para ahli waris dari nasabah The Javache Bank selaku pemilik harta
tersebut masih hidup, Maka pengakuan dan kesepakatan tersebut dituangkan dalam
perjanjian yang dikenal dengan “The Green Hilton Memorial Agreement” pada
tahun 1963 di Jenewa.
Salah
satu klausul dalam perjanjian The Green
Hilton Memorial Agreement tersebut adalah membagi 50%:50% antara Republik
Indonesia dan Amerika Serikat-Sekutu dengan bonus belakangan satelit Palapa
dibagi gratis oleh Amerika Serikat kepada Republik Indonesia. Artinya, 50%
(52.150 ton Emas murni) dijadikan sebagai kolateral untuk membangun ekonomi
Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa yang dihancurkan oleh pasukan Nazi
Jerman, sedangkan 50% lagi dijadikan sebagai kolateral yang membolehkan bagi
siapapun dan negara manapun untuk menggunakan harta tersebut dengan sistem sewa
(leasing) selama 41 tahun dengan biaya sewa per tahun sebesar 2,5% yang harus
dibayarkan kepada Republik Indonesia melalui Ir. Soekarno. Kenapa hanya 2,5%?
Karena Bung Karno menerapkan aturan zakat dalam Islam.
Pembayaran
biaya sewa yang 2,5% itu harus dibayarkan pada sebuah account khusus a.n The
Heritage Foundation (The HEF) dengan instrument-nya
adalah lembaga-lembaga otoritas keuangan dunia (IMF, World Bank, The FED dan The Bank International of Sattlement/BIS). Kalau dihitung sejak 21
November 1965, maka jatuh tempo pembayaran biaya sewa yang harus dibayarkan
kepada Republik Indonesia pada 21 November 2006. Berapa besarnya? 102,5% dari
nilai pokok yang banyaknya 57.150 ton emas murni + 1.428,75 ton emas murni=
58.578,75 ton emas murni yang harus dibayarkan para pengguna dana kolateral
milik bangsa Indonesia ini.
Padahal,
terhitung pada 21 November 2010, dana yang tertampung dalam The Heritage Foundation (The HEF) sudah
tidak terhitung nilainya. Jika biaya sewa 2,5% per tahun ditetapkan dari total
jumlah batangan emasnya 57.150 ton, maka selama 45 tahun x 2,5%= 112,5 persen
atau lebih dari nilai pokok yang 57.150 ton emas itu, yaitu 64.293,75 ton emas
murni yang harus dibayarkan pemerintah Amerika Serikat kepada Republik
Indonesia. Jika harga 1 troy once emas (31,105 gram emas) saat ini sekitar USD1.175.48,
berapa nilai sewa kolateral emas sebanyak itu, Hitung sendiri saja berapa
Rupiah jumlahnya
Mengenai
keberadaan account The HEF, tidak ada
lembaga otoritas keuangan dunia manapun yang dapat mengakses rekening khusus
ini, termasuk lembaga pajak. Karena keberadaannya yang sangat rahasia. Makanya,
selain negara-negara di Eropa maupun Amerika Serikat yang memanfaatkan rekening
The HEF ini, banyak Taipan kelas dunia maupun penjahat ekonomi kelas paus dan
hiu yang menitipkan kekayaannya pada rekening khusus ini agar terhindar dari
pajak. Tercatat orang-orang seperti George
Soros, Bill Gate, Donald Trump, Adnan Kasogi, Raja Yordania, Putra Mahkota
Saudi Arabia, bangsawan Turko dan
Maroko adalah termasuk orang-orang yang menitipkan kekayaannya pada rekening
khusus tersebut.
Selain
itu, George Soros dibantu dinas rahasia CIA pernah berusaha membobol account
khusus tersebut, namun gagal. Bahkan akhir 2008 lalu, George Soros pernah
mensponsori sepasukan kecil agen CIA dan MOSSAD (agen rahasia Israel) mengadakan
investigasi rahasia dengan berkeliling di pulau Jawa demi untuk mendapatkan user account dan PIN The HEF tersebut
termasuk untuk mencari tahu siapa yang diberi mandat Ir Soekarno terhadap
account khusus itu. Padahal Ir Soekarno tidak pernah memberikan mandat kepada
siapa pun. artinya pemilik harta rakyat Indonesia itu tunggal, yakni Bung Karno
sendiri. Sampai saat inI
Penjahat
Perbankan Internasional Manfaatkan Saat Ada Bencana Alam Besar, Sialnya, CUSIP
Number (nomor register World Bank)
atas kolateral ini bocor. Nah, CUSIP inilah yang kemudian dimanfaatkan kalangan
bankir papan atas dunia yang merupakan penjahat kerah putih (white collar crime) untuk menerbitkan
surat-surat berharga atas nama orang-orang Indonesia. Pokoknya siapa pun dia,
asal orang Indonesia berpassport Indonesia dapat dibuatkan surat berharga dari
UBS, HSBC dan bank besar dunia lainnya. Biasanya terdiri dari 12 lembar, di antaranya
ada yang berbentuk Proof of Fund,
SBLC, Bank Guaranted, dan lainnya.
Nilainya pun fantastis, rata-rata di atas 500 juta dolar AS hingga 100 miliyar
dolar AS.
Ketika
dokumen tersebut dicek, maka kebiasaan kalangan perbankan akan mengecek CUSIP
Number. Jika memang berbunyi, maka dokumen tersebut dapat menjalani proses
lebih lanjut. Biasanya kalangan perbankan akan memberikan bank officer khusus
bagi surat berharga berformat Window Time
untuk sekedar berbicara sesama bank
officer jika dokumen tersebut akan ditransaksikan. Sesuai prosedur
perbankan, dokumen jenis ini hanya bisa dijaminkan atau dibuatkan rooling program atau private placement yang bertempo waktu
transaksi hingga 10 bulan dengan High
Yield antara 100% s.d 600% per tahun.
Nah,
uang sebesar itu hanya bisa dicairkan untuk proyek kemanusiaan. Makanya, ketika
terjadi musibah Tsunami di Aceh dan gempa di DIY, maka dokumen jenis ini
beterbangan sejagat raya bank. Brengseknya, setiap orang Indonesia yang namanya
tercantum dalam dokumen itu, masih saja hidup miskin blangsak sampai sekarang.
Karena memang hanya permainan bandit bankir kelas hiu yang mampu mengakali cara
untuk mencairkan aset yang terdapat dalam rekening khusus itu.
Kisah
sedih itu terjadi. Presiden SBY ikut serta dalam pertemuan G20 April silam.
Karena Presiden SBY tidak pernah percaya, atau mungkin ada hal lain yang kita
belum tahu, maka SBY ikut serta menandatangani rekomendasi G20. Padahal tekenan
SBY dalam sebuah memorandum G20 di London itu telah diperalat oleh otoritas
keuangan dunia untuk menghapuskan status harta dan kekayaan rakyat Indonesia
yang diperjuangkan Bung Karno melalui kecanggihan diplomatik. Mengapa, karena
isi memorandum itu adalah seakan memberikan otoritas kepada lembaga keuangan
dunia seperti IMF dan World Bank untuk
mencari sumber pendanaan baru bagi mengatasi keuangan global yang paling
terparah dalam sejarah ummat manusia.
Atas
dasar rekomendasi G20 itu, segera saja IMF dan World Bank mendesak Swiss untuk membuka 52.000 rekening di UBS yang
oleh mereka disebut aset-aset bermasalah. Bahkan lembaga otoritas keuangan
dunia sepakat mendesak Vatikan untuk memberikan restu bagi pencairan aset yang
ada dalam The Heritage Foundation
demi menyelamatkan ummat manusia. Memang, menurut sebuah sumber terpercaya, ada
pertanyaan kecil dari Vatikan, apakah Indonesia juga telah menyetujui? Tentu
saja, tandatangan SBY diperlihat dalam pertemuan itu.
Konon
kabarnya, Vatikan berpesan agar Indonesia diberi bantuan. Mungkin bantuan IMF
sebesar USD 2,7 milyar dalam fasilitas SDR (Special
Drawing Rights) kepada Indonesia pertengahan tahun lalu merupakan realisasi
dari kesepakatan ini, sehingga ada isu yang berkembang bahwa bantuan tersebut
tidak perlu dikembalikan. Oleh Bank Indonesia memang bantuan IMF sebesar itu
dipergunakan untuk memperkuat cadangan devisa negara.
Kalau
benar itu, Berarti sirnalah sudah harta rakyat dan bangsa Indonesia. maka
betapa nistanya rakyat Indonesia. Kalau benar itu terjadi betapa bodohnya
Pemerintahan kita dalam masalah ini. Kalau ini benar terjadi betapa tak
berdayanya bangsa ini, hanya kebagian USD 2,7 milyar. Padahal harta tersebut
berharga ribuan triliun dollar Amerika. Aset itu bukan aset gratis peninggalan
sejarah, aset tersebut merupakan hasil kerja keras nenek moyang kita di era
masa keemasan kerajaan di Indonesia. Lantas ada pertanyan; Sebodoh itukah kita?
Keberadaan
emas bukan khayalan. Terbukti pada 2003 dibuka lembaga OITS di Thailand sebagai
wujud pengakuan. Dihandel oleh Dr.Ray C Dam melalui “International Combined Collateral Accounts” sebagai pasangan “Global Debt Facility”. Semacam
pengakuan hutang antar bangsa. Lembaga ini diakui PBB (UN). Sayangnya belum
cair dana kepada pemilik malah keburu ribut.